Bismillahirrohmanirrohim

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Awit Asmanipun Allah Engkang Soho Welas lan Asih
In The Name of Allah The Most Gracious and The Most Mercyfull

Kyai Ageng Brondong Botoputih


Kyai Ageng Brondong mempunyai nama asli pada masa mudanya adalah Pangeran Lanang Dangiran. Pangeran Lanang Dangiran adalah salah satu dari putra Pangeran Kedawung. Pangeran Kedawung yang disebut juga Sunan Tawangalun adalah raja di Blambangan. Beliau mempunyai lima orang anak.

Pada masa mudanya tepatnya pada usia 18 tahun Pangeran Lanang Dangiran bertapa di laut dengan menghanyutkan dirinya diatas sebuah papan kayu sebuah beronjong (alat penangkap ikan), tanpa berbekal makan atau minum.

Arus air laut dan gelombang membawa Pangeran Lanang Dangiran hingga ke tengah laut Jawa, yang pada akhirnya suatu topan dan gelombang besar menghempaskan tubuh Pangeran Lanang Dangiran dalam keadaan tidak sadarkan diri, disebabkan karena berbulan bulan tidak makan dan minum, demikian juga beronjongnya ikut terhempaskan oleh gelombang besar tersebut. Pangeran Lanang Dangiran terhempas di pantai dekat Sedayu, Gresik.

Karena selama berbulan-bulan mengapung di tengah laut, maka seluruh tubuh Pangeran Lanang Dangiran telah ditempeli oleh karang dan keong laut sehingga tubuhnya seolah-olah ditempeli dengan biji jagung yang digoreng atau dibakar yang disebut dengan bahasa Jawa “Brondong”. Tubuh Pangeran Lanang Dangiran ditemukan oleh Kyai Kendil Wesi. Pangeran Lanang Dangiran dirawat oleh Kyai Kendil Wesi serta istrinya dengan penuh kasih sayang sehingga sadar kembali dan akhirnya menjadi sehat seperti semula.

Pangeran Lanang Dangiran menceritakan tentang asal usul dirinya kepada Kyai Kendil Wesi. Setelah Kyai Kendil Wesi mendapat keterangan tentang asal usul Pangeran Lanang Dangiran, Kyai Kendil Wesi juga bercerita bahwa dirinya juga keturunan raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi yang mana beliau masih satu keturunan dengan Pangeran Lanang Dangiran yang telah ditolongnya tersebut.

Sejak saat itu Pangeran Lanang Dangiran tinggal bersama keluarga Kyai Kendil Wesi, dan dianggap sebagai anak Kyai Kendil Wesi sendiri. Pangeran Lanang Dangiran memeluk agama Islam. Karena rajin belajar ilmu agama kepada Kyai Kendil Wesi dan keteguhan imannya serta keluhuran budinya, maka tidak lama Pangeran Lanang Dangiran menjadi guru Agama Islam. Dan masyarakat sekitarnya menyebutnya dengan Kyai Brondong.

Pangeran Lanang Dangiran mempunyai istri putri dari Ki Bimotjili dan Panembahan di Cirebon

Nama Brondong diperoleh karena ketika beliau diketemukan oleh Kyai Kendil Wesi dalam keadaan seluruh tubuhnya ditempeli benda yang mirip dengan “Brondong”.

Kyai Kendil Wesi yang memiliki karomah dan waskito karena dapat mengetahui nasib seseorang, menganjurkan supaya Kyai Brondong pergi ke Ampeldenta Surabaya, untuk memperluas ajaran Agama Islam dengan mendirikan pesantren di tempat tersebut. Menurut Kyai Kendil Wesi bahwa di Ampeldenta Surabaya Kyai Brondong kelak akan mendapat kebahagiaan serta keturunannya kelak akan menjadi orang-orang yang mulia dan dimuliakan oleh masyarakat sekitarnya.

Pada tahun 1595 Kyai Brondong dengan istrinya dan beberapa anaknya yang ketika itu masih kecil, pergi ke Surabaya dan menetap di seberang timur sungai Pegiri’an, dekat Ampeldenta, daerah yang mereka tinggali bernama di Dukuh Botoputih. Karena keluhuran budinya di tempat inilah Kyai Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dari masyarakat.

Kyai Brondong wafat pada tahun 1638 dalam usia lebih dari 70 tahun, beliau meninggalkan 7 orang anak, lima orang peremepuan dan dua orang laki-laki yang bernama Honggodjoyo dan Honggowongso.

Kyai Ageng Brondong (Pangeran Lanang Dangiran) dimakamkan di tempat kediaman beliau sendiri di Dukuh Botoputih Surabaya.

Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I yang merupakan Bupati Sidoarjo yang pertama adalah keturunan dari Honggodjoyo.

Komentar :

ada 9 komentar ke “Kyai Ageng Brondong Botoputih”
dimas_pypy mengatakan...
pada hari 

saya cucu dari R.P. Amangmakmur Cokronego dan Ibu saya putri beliau bernama R.A. Harimurti,Bapak saya bernama R. Sutjipto putra dari kakak perempuan R.P. Amangmakmur Cokronegoro yang bersuami R. Kertonotokusumo yang dimakamkan di Mojokerto.Apa benar saya keturnan Embah Brondong.Nama saya R. Angky Subagio tinggal di Balikpapan Kaltim.Bapak telah wafat dan Ibu tinggal di Malang dan Ibu sudah berumur 98 thn.Kami mohon penjelasan demi tersambungnya keluarga besar kita. Wslm

Anonim mengatakan...
pada hari 

Assalamualaikum wr wb, Terimakasih atas tulisan ini, menurut orang tua, kami salah satu keturunan dari Botoputih, yang kebetulan ayah berasal dari Surabaya, dahulu kakek kami adalah ketua keluarga besar K3 (Kasepuhan, Kamoman & Kesambongan)-maaf kalau istilah K3 ini salah- tapi saya sendiri tidak mengerti soal sejarah Botoputih itu sendiri dan blog ini setidaknya membantu saya lebih mengenal leluhur kami, terimakasih, Wassalamualaikum wr wb

Anonim mengatakan...
pada hari 

kakek saya bernama R Ngabei Wiryokusumo kalau saya liat dari silsilah ki ageng brondong kakek saya adalah keturunan ke 5 meninggal th 1944 dimakamkan di makam islam desa Bambangan lawang - malang. ayah saya memang sering cerita bahwa nenek moyang saya adalah orang guedhe2 dulunya kakek saya sampai meninggal tinggal di Hotel Niagara Lawang yah beginilah cerita singkat dari cucu nya MBAH RADEN NGABEI WIRYOKUSUMO

Anonim mengatakan...
pada hari 

sy jg msh ktrunan kasepuhan bto putih

Anonim mengatakan...
pada hari 

Mas, atau siapa pun, apa bisa lebih didetailkan cerita tentang Mbah Buyut Sunan Botoputih, karena saya sering membaca tentang beliau, namun isinya itu-itu saja, semuanya sama. Kalau tidak salah, dulu saya pernah membaca sebuah cerita di sebuah koran waktu saya masih tinggal di Surabaya, saya lupa nama korannya dan waktu itu saya masih pelajar SMP tahun '70an, itu menceritakan tentang riwayat Mbah Buyut Sunan Botoputih. Kalau tidak salah (saya lupa-lupa ingat, apa karya Sastrawan Soeparto Broto?).Barangkali ada yang bisa membantu agar kisah dan riwayat Buyut Sunan dalam menyebarkan agama Islam, khususnya di daerah Surabaya bagian tengah bisa lebih jelas, terutama buat kita-kita yang ingin meneladani beliau. Trim's sebelumnya.

Unknown mengatakan...
pada hari 

apakah ada yang mengetahui sejarah tentang pesarean ini yang lebih rinci lagi
apakah ada yang mengetahui tentang kategori kasepuhan dan kanoman serta kasembongan
dan siapa sajakah yang berhak di makamkan di kasepuhan, kanoman atau pun di kasembongan
terimakasih

Qidimom mengatakan...
pada hari 

Assalamualaikum
Sy hanya ingin tahu jejak nasab yg "kepaten obor" karena ibunda dan saudar2nya sdh ditinggal wafat sejak masih usia balita oleh eyang putri.
Konon menurut pitutur ibunda bahwa mbah buyut sy adalah penatagama masjid ampel yaitu Mas Haji Iskandar Ngabehi yg namanya tertera pd prasasti dan pesareannya ada di Bato Putih.Eyang buyut ini menikah dg putri Madura dan berbesan dg Penatagama Madura. Eyang putri sy RR Fatonah, bude saya semasa sekolah besar diasuh keluarga dr Sidoarjo. Sempat silaturahim dg saudara sambung eyang di Kepanjen yaitu Eyang Fatimah. Beliau hanya menuturkan bahwa kami dr trah bupati/adipati surabaya. Saudara2 ada di Sidoarjo dan bbrp kota. Smoga bisa kembali sambung silaturahim, CP. 081515179133

Unknown mengatakan...
pada hari 

Bgimna cara tahu silsilah dari Mbah Honggowongso. ( Aki Wongso )
Saya tinggal di kraksaan, menurut cerita dri alm.mbah arti soemali ( nenek saya )
Adalah keturunan nya dri dri Mbah Wongso ..yg menyambung ke keraton Madura .
Mohon penjelasannya

Unknown mengatakan...
pada hari 

Tapi sayangnya mbah Wiryokusumo yg pernah tinggal dan merawat Hotel Niagara tdk pernah d sebutkan d berbagai sumber manapun

Posting Komentar

Next previous home